Super internet – Sepekan terakhir, sopir angkutan kota dan ojek pangkalan di sejumlah daerah, kompak menyerukan penolakan terhadap angkutan umum berbasis online. Keberadaan angkutan online dinilai membuat telah merebut penumpang mereka yang pada akhirnya membuat penghasilan menurun drastis.
Menyikapi tuntutan pengemudi angkutan konvensional, Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda), Sumarsono, mengatakan semua gubernur harus segera memulai sosialisasi mengenai tarif taksi online menyusul dikeluarkannya revisi Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 32 Tahun 2016 Tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek.
Namun, kata Sumarsono, Permen tersebut hanya berupa pedoman dari pemerintah pusat yang mengatur tarif batas maksimum dan tarif batas minimum.
“Pemerintah pusat melalui menteri perhubungan mendelegasikan kewenangan itu kepada pemerintah provinsi masing-masing melalui gubernur,” kata Sumarsono, di Lenggang Jakarta, Monas, Jakarta Pusat, Kamis (23/3).
Namun untuk menentukan tarif tersebut, Sumarsono menyebutkan kewenangan pemerintah daerah untuk disesuaikan dengan situasi dan kondisi daerah masing-masing.
“Yang tahu persis di daerah masing-masing, berapa rate yang pas. Ini tentunya mengenai ini pergub (peraturan gubernur),” ujar Sumarsono.